لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ Mengapa kamu mencampur adukkan yang hak dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (Qs. Ali Imron :71)

Senin, 05 September 2011

Shalat Hadiah ( Salah Kaprah )

Mengucapkan Ushally Sunnatan Hadiyatan pada SHALAT HADIAH Tidak Mengena Sasaran dan Tidak Diperkenankan.

Kedengarannya aneh, kok ada "shalat hadiah". Yang ada, ya shalat lima waktu, atau shalat-shalat sunnah seperti Dhuha, Tasbih, Witir, Hajat, Tahajjud, dan Istikharah. Istilah "shalat hadiah" ini dicari di kitab manapun tidak akan ditemui. Jadi, jika orang berniat : Ushally sunnatan hadiyatan, ini jelas tidak mengena sasaran dan tidak diperkenankan. Sebab yang dimaksud adalah shalat yang pahalanya dihadiahkan kepada si mayit yang telah meninggal. Niatnya adalah melakukan shalat sunnah muthlak, yakni: Ushally sunnatan rak'ataini lillahi ta 'ala.


Ada kebiasaan di sebuah kampung tertentu, bila acara pemakaman telah usai, di samping ada pengumuman Tahlil untuk setiap malamnya, ada juga pengumuman khusus bagi keluarga, yakni rembukan keluarga untuk bersama-sama mengerjakan shalat sunnah muthlak yang pahalanya dihadiahkan kepada si mayit yang telah meninggal. Jumlah rakaatnya tidak dibatasi. Yang mampu 2 rakaat silakan 2 rakaat dan yang mampu 4 rakaat silakan 4. Hal ini berdasar kepada:

ولا تصح  الصلوات بتلك النيات التي استحسنها الصوفية من غير أن يرد لها اصل فى السنة . نعم ان اطلق الصلاة ثم دعا بعدها بما يتضمن نحو استعاذة او استخارة مطلقة لم يكن بذالك بأس. اما حديث صلاة الهدية الذي ذكر فى الميهي فلا يعرف صحة رواية

Tidak sah shalat dengan niat seperti yang dianggap baik kalangan sufi tanpa dasar hadits sama sekali. Jika melakukan shalat muthlak dan berdoa sesudahnya dengan sesuatu yang mengandung semisal isti'adzah atau istikharah maka shalat tersebut sah-sah saja. Mengenai hadits tetang shalat hadiah seperti termaktub di dalam kitab al Mauhibah, hal itu tidak diketahui kesahihan perawinya. (lihat Tuhfat al-Muhtaj, Juz II, Bab Shalat Isyraq)


Sumber:

Buku Tradisi Orang-Orang Nu, Penulis H. Munawir Abdul Fattah, Penerbit Pustaka Pesantren, halaman. 175-176.

------------------------------------------
MASAIL DINIYAH
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-6 Di Cirebon Pada Tanggal 12 Rabiul Tsani 1350 H / 27 Agustus 1931 M.

108. Soal : Bagaimana hukumnya shalat hadiah yang diselenggarakan oleh keluarga yang pada malam pertama dengan mengundang keluarga dan tetangganya, sesudah shalat kemudian dihidangkan makanan dan kemudian bubaran.

Jawab : Bila shalat itu shalat sunat mutlaqah dan pahalanya dihadiahkan kepada mayit, maka hukumnya tidak mengapa (boleh). Menurut suatu pendapat bahwa pahala tersebut dapat sampai dan manfaat kepada mayit. Bila shalat tersebut diniatkan hadiah kepada mayat maka shalat tersebut tidak sah dan hukumnya haram, karena mengerjakan sesuatu ibadah yang tidak ada dasarnya (fasidah).
Keterangan : Dalam Kitab Tukhfah Mukhtaj Juz II.


Note :

Ditulis dan discan ulang oleh Anwar Baru Belajar sesuai dengan apa yang termaktub di dalam buku tersebut.
Sumber :