
Meninggikan kuburan  lebih dari satu jengkal
Sebagian kaum muslimin meninggikan kubur melebihi dari hal yang dibolehkan agama. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka belum memahami tuntunan agama atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia. Atau bisa jadi sebenarnya mereka memahami tuntunan agama, hanya saja mereka enggan menjalankan sesuai tuntunan agama (baca : talbis iblis). Kenyataan seperti ini banyak terjadi di negara-negara yang notebene berpenduduk muslim, bahkan terjadi pada kuburan-kuburan para tokoh dan ulama-ulama yang sebenarnya menolak untuk dibangunkan kuburan yang megah terhadap kuburnya. Akan tetapi orang-orang belakangan kemudian yang melakukannya tanpa sepengetahuan mereka karena mereka telah wafat. Jadi, walaupun nampak nyata demikian maka wajib bagi kita untuk tetap berpegang kepada amanat Rasulullah. Wallahu a'lam.
Walaupun ada sebagian dari mereka (si Fulan) yang berkata; Sungguh na'if kaum Wahabi, menyuruh orang untuk meratakan kuburan dengan tanah hanya dengan berlandaskan zhahir riwayat:
قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ  طاَلِبٍ رَضِيَ  اللهُ عَنْهُ: أَلاَ   أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي  عَلَيْهِ رَسُوْلُ  اللهِ صَلَّى اللهُ   عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ  لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ  طَمَسْتَهُ وَلاَ   قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Artinya:
Dari   Abu Hayyaj berkata; Ali bin Abu  Thalib berkata kepadaku:  ‘Maukah   engkau aku utus kepada sesuatu yang  Rasulullah telah  mengutusku   dengannya? (yaitu) jangan kamu membiarkan  patung kecuali  kamu   hancurkan dan kuburan yang meninggi  melainkan kamu  ratakan.”  (Riwayat  Muslim) 
Adapun umat Islam, maka tak pernah  sekalipun ada sejarahnya umat Islam menyembah kubur. Umat Islam membina  kubur hanya untuk memuliakan ahlul qubur (terlebih kubur orang yang  sholeh), menjaga kubur daripada hilang terhapus zaman, dan memudahkan  para peziarah untuk berziarah, dalam menemukan  kubur di tengah-tengah  ribuan kubur lainnya, juga sebagai tempat berteduh para peziarah agar   dapat mengenang dan menghayati dengan tenang orang yang ada di dalam  kubur beserta amal serta segala jasa dan kebaikannya. Katakanlah misalnya ok  terhadap bantahannya terhadap hadits ini;
 “Dari Abu Hayyaaj al-Asady, ia berkata: Berkata kepadaku Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu: Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan.” [HR.Muslim]
Tapi bagaimana pula ia membantah keterangan hadits ini, yang jelas-jelas berlaku bagi seorang muslim ? Apakah Tsumamah lebih bodoh daripada si Fulan?
“Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata: Aku pernah bersama Fudholah bin Ubaid di negeri Romawi ‘Barudis’. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudholah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya. Kemudian ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatarkannya.” [HR.Muslim]
Menembok dan mencat kuburan
Di antara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan bahkan dilapisi Marmer. Di samping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka menganggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dengan tegas menembok dan mencat kuburan dalam sabda beliau (yang artinya):
“Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencat kubur, duduk diatasnya dan membangun di atasnnya.” [HR.Muslim]
Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum, sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan dengan biaya banyak sebagaimana telah dilakukan sebagian orang-orang yang jahil.
Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullah: “Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut.” Al-Manawy berkata: “Kebanyakan ulama Syafi’iyyah berfatwa tentang wajibnya menghancurkan segala bangunan di Qorofah (tanah pekuburan) sekali pun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa.
Membangun rumah untuk kuburan
Sebagian orang ada pula yang mambangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. Ini adalah salah satu bentuk penyia-nyiaan dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan nyaman dalam kuburnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apa pun kuburan seseorang tersebut.
“Ibnu Umar melihat sebuah tenda di atas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata: “Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya.”
Duduk dan makan di kuburan
Bentuk lain yang merupakan jalan membawa kepada pengkultusan kuburan adalah kebiasaan sebagian orang mendatangi kuburan pada momen-momen tertentu. Seperti mau masuk bulan suci Ramadhan, Lebaran atau masa setelah panen. Mereka berbondong-bondong ke kuburan dengan membawa tikar dan makanan. Lalu sesampai di kuburan membentangkan tikar dan duduk bersama-sama. Dilanjutkan dengan rangkaian acara tahlilan dan do’a setelah itu ditutup acara makan bersama. Jika hal tersebut kita timbang dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh sangat bertolak belakang sama sekali. Jangankan untuk tahlilan dan makan bersama, duduk saja tidak diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini (yang artinya):
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: "Sungguh salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus ke kulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan.” [HR.Muslim]
 Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari [seorang ulama besar  dari Banjarmasin, yang bermazhab Syafi'i] dalam kitabnya Sabilal  Muhtadin, beliau mengatakan : "Makruh  memutihkan kuburan  dengan kafur. Haram membikin sesuatu bangunan di  atas kuburan seperti  kubah atau bangunan seperti rumah atau pagar di  atas kuburan .  [Sabilal Muhtadin, Bab Jenazah hal. 736-737]
Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari [seorang ulama besar  dari Banjarmasin, yang bermazhab Syafi'i] dalam kitabnya Sabilal  Muhtadin, beliau mengatakan : "Makruh  memutihkan kuburan  dengan kafur. Haram membikin sesuatu bangunan di  atas kuburan seperti  kubah atau bangunan seperti rumah atau pagar di  atas kuburan .  [Sabilal Muhtadin, Bab Jenazah hal. 736-737] Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm, berkata : "Saya   menyukai bahwa tidak ditambahkan pada kuburan tanah yang lain. Dan  tiada  mengapa bahwa ada pada kuburan itu tanah yang lain, apabila  ditambahkan  padanya tanah yang lain, maka ia tinggi sekali. Saya  menyukai bahwa  ditinggikan kuburan atas permukaan bumi sejengkal atau  kira-kira  sejengkal. Saya menyukai bahwa tidak dibangun kuburan dan  tidak  dikapurkan. Karena yang demikian itu menyerupai hiasan dan  kebanggaan.  Dan tidaklah kematian itu tempat salah satu dari keduanya.  Saya tidak  melihat kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar itu  dikapurkan."  [Kitab Al Umm, bab "Apa Yang Akan Ada Sesudah Dikuburkan", hal.  216]
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm, berkata : "Saya   menyukai bahwa tidak ditambahkan pada kuburan tanah yang lain. Dan  tiada  mengapa bahwa ada pada kuburan itu tanah yang lain, apabila  ditambahkan  padanya tanah yang lain, maka ia tinggi sekali. Saya  menyukai bahwa  ditinggikan kuburan atas permukaan bumi sejengkal atau  kira-kira  sejengkal. Saya menyukai bahwa tidak dibangun kuburan dan  tidak  dikapurkan. Karena yang demikian itu menyerupai hiasan dan  kebanggaan.  Dan tidaklah kematian itu tempat salah satu dari keduanya.  Saya tidak  melihat kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar itu  dikapurkan."  [Kitab Al Umm, bab "Apa Yang Akan Ada Sesudah Dikuburkan", hal.  216]Wallahu a'lam
Anwar Baru Belajar
Anwar Baru Belajar

